Legislator Senayan Tolak Usulan Kenaikan Biaya Haji, Minta Audit Khusus BPKH dan Dana Haji

- 29 Januari 2023, 18:10 WIB
Ilustrasi penyelenggaraan ibadah haji.
Ilustrasi penyelenggaraan ibadah haji. /Unsplash.com/Haidan/

KENDARI KITA-Legislator senayan, Fadli Zon, menolak usulan kenaikan biaya haji. Selain itu, ia juga meminta audit khusus Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan penggunaan dana haji selama ini.

Ia menilai usulan Kementerian Agama (Kemenag) untuk menaikkan porsi pembiayaan yang ditanggung jamaah haji dalam besaran lebih dari 73 persen dibandingkan biaya tahun lalu itu sangatlah tak bijaksana.

Baca Juga: Kemenperin Dorong Penggunaan Produk Daalam Negeri Lewat Program P3DN

Di sisi lain, menurut , usulan kenaikan kenaikan biaya haji menyalahi prinsip tata kelola penyelenggaraan haji sebagaimana yang diamanatkan undang-undang.

Sebagai catatan, biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) tahun 1444 Hijriah/2023 Masehi diusulkan Kemenag naik menjadi Rp 98,89 juta per jemaah, atau naik Rp514,88 ribu jika dibandingkan BPIH tahun lalu.

Baca Juga: Subsidi KUR Naik Hingga 415 Triliun Tahun 2023, Menkeu: Perbankan Harus Berdayakan UMKM

Namun, dari besaran BPIH tersebut, biaya yang harus ditanggung jamaah mencapai 70 persen, atau Rp 69,19 juta per orang. Sementara, sisanya (30 persen), atau 29,7 juta, dibayarkan dari nilai manfaat pengelolaan dana haji.

Besaran kenaikan ini sangat tidak wajar, sebab, tahun lalu saja, biaya yang harus ditanggung jamaah haji hanya sebesar Rp 39,8 juta per orang. Jadi, jika tahun ini jamaah haji kita dipaksa untuk membayar Rp 69,19 juta, kenaikannya lebih dari 73 persen.

Baca Juga: Harga Emas Akhir Pekan 29 Januari 2023: Stagnan Berbanderol Rp 1.029.000 per Gram

“Secara umum, dalam catatan saya, ada beberapa alasan kenapa usulan itu sangat tidak wajar dan perlu ditolak,” kata Fadli, dilansir Kendari.pikiran-rakyat.com dari laman resmi dpr.go.id, Minggu, 29 Januari 2023.

Pertama, merujuk kepada UU Nomor. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, jelas disebutkan bahwa urusan haji ini bukan hanya semata-mata soal ekonomi, tapi juga menyangkut hak warga negara dalam beribadah, di mana negara seharusnya hadir memberikan perlindungan dan pelayanan yang terbaik.

Baca Juga: Ide Kencan Valentine di Rumah Agar Terasa Lebih Spesial

“Mengubah komposisi biaya yang harus ditanggung jamaah dalam porsi yang drastis sangatlah tak bisa dibenarkan,” tegas Politisi Fraksi Partai Gerindra itu.

Kedua,  asumsi-asumsi yang mendasari kenaikan tersebut juga tidak riil. Angka inflasi global sepanjang tahun lalu diperkirakan hanya 8,8 persen.

Di dalam negeri, kata dia, angka inflasi juga hanya 5,5 persen. Harga minyak dunia dan avtur juga cenderung turun dan stabil.

Baca Juga: Kominfo Putus Akses Tujuh Situs dan Lima Grup Medsos Berisi Konten Jual Beli Organ Tubuh

“Penurunan tersebut jelas bisa mengurangi komponen biaya penerbangan,” ujar Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI ini.

Selain itu, pemerintah Arab Saudi juga telah menyampaikan bahwa secara umum harga akomodasi haji tahun ini akan 30 (tiga puluh) persen lebih murah dibanding tahun lalu, saat masih berada di tengah pandemi.

Baca Juga: Soal Biaya Penyelenggaraan Haji dan Umroh, KPK: Nilai Manfaat Hak Semua Jamaah

Sehingga, di tengah semua penurunan tersebut, jelas ada masalah tata kelola yang serius jika pemerintah justru menaikkan porsi biaya yang harus dibayarkan oleh jamaah haji Indonesia. Bahkan jika besaran kenaikannya lebih dari 73 persen.

Ketiga, pada awal Januari 2023, KPK sudah mengingatkan pemerintah bahwa ada persoalan serius dalam hal tata kelola penyelenggaraan ibadah haji.

Baca Juga: Tiga Jenis Investasi yang Bernilai Lebih Dari Sekedar Cuan

Menurut hasil kajian Direktorat Monitoring KPK, ada tiga titik rawan korupsi dana penyelenggaraan haji, yaitu biaya akomodasi, biaya konsumsi, dan juga biaya pengawasan.

Menurut temuan KPK, kerugian negara yang timbul dari tiga celah tadi cukup besar, mencapai Rp160 miliar.

Baca Juga: PT TID Tuai Sorotan Masyarakat Desa Lengora Kabaena, Samsul Bahri: Pekerja Lokal Tak Diberdayakan

“Selain itu, ini yang paling serius, KPK juga menengarai penempatan dan investasi dana haji kita tidak optimal, sehingga perolehan nilai manfaat dana haji kita jauh lebih kecil daripada yang seharusnya bisa didapat,” urai Anggota Komisi I DPR RI ini.

Menurutnya, temuan KPK itu adalah temuan serius yang harus ditindaklanjuti oleh pemerintah.

Karena itu, ia menegaskan, jangan sampai masalah dalam tata kelola penyelenggaraan ibadah haji kemudian dialihkan tanggungannya kepada para jamaah.

Baca Juga: Ketum PHRI Bicara Soal Kemerosotan Sektor Pariwisata Wakatobi Kini

Ia pun lagi-lagi mengingatkan bahawa jamaah haji Indonesia sudah menyetorkan uang ke Bank selama belasan, bahkan hingga lebih dari dua puluh tahun untuk berangkat haji, namun ketika giliran mereka berangkat, mereka tetap harus membayar biaya yang sangat mahal hanya karena pemerintah yang dinilainya tak becus mengelola uang umat.

“Ini kan zalim namanya. Karena itu, seluruh jalur investasi dan penempatan dana haji ini, mestinya diaudit khusus terlebih dahulu, termasuk audit khusus kepada BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji)," ujar Fadli.

Baca Juga: Cara Mengatur Keuangan Ala Filosofi Tionghoa

Hal ini kata Fadli, untuk mengetahui posisi sustainabilitas pengelolaan dana haji Indonesia ke depannya.

Jangan sampai, tambahnya, para jemaah haji yang sebagian besar hanya petani dan orang-orang kecil, dengan dalih prinsip  istitha’ah (kemampuan) berhaji, harus menanggung kesalahan tata kelola keuangan haji ini.

Baca Juga: Warga Keluhkan Maraknya Peredaran Gelap Narkotika di Kawasan Mega Industri Morosi

Keempat, biaya yang harus dibayar oleh jemaah haji Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan jamaah haji negeri jiran Malaysia.

Padahal, jumlah jemaah haji yang berasal dari Indonesiaterbesar di dunia. Jamaah reguler saja mencapai 203.320 orang.

Diketahui, jika dibandingkan dengan negeri jiran, pemerintah Malaysia menetapkan biaya haji dalam dua golongan, yaitu  B40 (bottom 40), atau penduduk dengan pendapatan 40 persen terbawah; dan kategori Bukan B40 untuk selebihnya.

Baca Juga: KPK Apresiasi Industri Jasa Keuangan yang Implementasikan Pedal, Salah Satunya Bank Sultra

Secara keseluruhan, biaya total ongkos naik haji di Malaysia dan Indonesia relatif sama, berada di limit Rp100 juta.

Namun, biaya yang harus dibayarkan jamaah B40 di Malaysia hanya sebesar MYR10.980 (Rp38,59 juta).

Sedangkan jamaah yang tergolong Bukan B40 juga hanya membayar MYR12.980 (Rp45,62 juta). Sisanya ditanggung oleh lembaga Tabung Haji.

Baca Juga: BPKH Diminta Susun Roadmap Pembiayaan Haji Tahun 2023

“Dengan jumlah jamaah haji yang besar, jika dikelola dengan benar, mestinya akumulasi dana haji yang terkumpul bisa mendatangkan nilai manfaat yang besar untuk jamaah haji kita, bukan mendatangkan nilai manfaat untuk pihak lain sebagaimana ditengarai KPK,” urainya.

Dengan empat catatan tadi, sekali lagi, menurutnya, tidak sepantasnya beban pembiayaan haji ditanggungkan sebesar-besarnya kepada calon jemaah haji yang sudah menyetorkan uang dan mengendapkan saldonya di bank.

Baca Juga: Kemenkes RI Didesak Evaluasi Program dan Anggaran Kesehatan Tahun 2022

BPKH dan Kemenag tak layak mengajukan dalih keberlangsungan penyelenggaraan haji secara sepihak, tanpa ada audit investigasi yang menyeluruh terhadap pengelolaan dana haji selama ini.

“Kenaikan biaya haji adalah hal yang niscaya. Namun besarannya pastilah tidak setinggi sebagaimana yang telah diusulkan oleh Kemenag dan BPKH,” pungkasnya.***

Editor: Mirkas

Sumber: dpr.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x