Sikapi Penerapan Perppu Cipta Kerja, Asosiasi Serikat Pekerja: Investor Diuntungkan, Masyarakat Dirugikan

- 2 Januari 2023, 18:26 WIB
Ilustrasi-demo UU cipta kerja di Kendari.
Ilustrasi-demo UU cipta kerja di Kendari. /kendari.pikiran-rakyat.com/Lala/

KENDARI KITA-Pemerintah Indonesia diketahui telah resmi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tentang Cipta Kerja tertanggal 30 Desember 2022.

Presiden asosiasi serikat pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat, menyikapi penerapan Perppu tersebut.

Baca Juga: Soal Penodongan Pistol Oleh Oknum Polisi ke Warga Sipil, Iksan: Kami Bukan Teroris

Menurut Mirah, penerapan Perppu tersebut hanya akal-akalan untuk memaksakan penerapan Omnibus Law dan memuluskan kepentingan pemodal.

Sebaliknya, dampak buruk Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja, cenderung merugikan masyarakat, khususnya kluster ketenagakerjaan.

Baca Juga: Tahun Baru 2023, SKI Dzikir dan Doa Bersama Ratusan Majelis Taklim se-Kota Kendari

Sebab penerapan tersebut menurut Mirah akan semakin memiskinkan pekerja Indonesia.

“Hal ini karena Undang Undang Cipta Kerja telah menghilangkan jaminan kepastian kerja, jaminan kepastian upah dan juga jaminan sosial bagi pekerja Indonesia,” kata Mirah, dilansir pikiran.rakyat-kendari.com dari laman pikiran-rakyat.com, Senin, 2 Januari 2022.

Baca Juga: Akhir Tahun 2022, Pasar Modal Indonesia Catat Pencapaian Positif

Mirah lebih jauh menjelaskan bahwa isi Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tidak mengakomodir tuntutan serikat pekerja, karena sistem kerja outsourcing tetap dimungkinkan diperluas tanpa pembatasan jenis pekerjaan yang jelas.

Lalu kata dia, sistem kerja kontrak tetap dimungkinkan dapat dilakukan seumur hidup, tanpa kepastian status menjadi pekerja tetap dengan sistem upah yang tetap murah.

Baca Juga: Rumah Warga di Wamponiki Muna Diterjang Puting Beliung, Pemerintah Diminta Siaga Salurkan Bantuan

Perppu tersebut menurut Mirah, juga tidak secara tegas menetapkan upah minimum  berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan hidup layak.

Kemudian, masih hilangnya ketentuan upah minimum sektoral provinsi dan kota/kabupaten, lalu dimudahkannya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan, termasuk hilangnya ketentuan PHK harus melalui Penetapan Pengadilan.

Baca Juga: Sempat Melarikan Diri, Pelaku Pembusuran di Morosi Berhasil Diringkus Polisi

Selain itu, lanjut Mirah, efek buruk lainnya adalah berkurangnya kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) pesangon dan penghargaan masa kerja, kemudahan masuknya tenaga kerja asing (TKA), bahkan untuk semua jenis pekerjaan yang sesungguhnya bisa dikerjakan oleh pekerja Indonesia.

“Terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 hanya semakin menegaskan bahwa rakyat Indonesia selama ini hanya dijadikan obyek untuk keuntungan pemilik modal, yang memanfaatkan DPR selaku legislatif dan Pemerintah selaku eksekutif,” kata Mirah.

Baca Juga: Polda Sultra Didesak Selidiki Oknum Polisi yang Diduga Todongkan Pistol ke Warga Tapunggaya

Mirah menduga terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini lebih karena pemerintah dan DPR gagal memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi untuk melakukan perbaikan dalam dua tahun.

Pemerintah dan DPR kemudian justru memaksakan pemberlakuan Undang Undang Cipta Kerja melalui Perppu.

Baca Juga: Angka Kriminalitas Wilayah Hukum Polres Konawe Naik hingga 7,33 persen Sepanjang Tahun 2022

“Ini akal-akalan untuk memaksakan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi,” kata Mirah.

Karena itu, Aspek Indonesia kata Mirah, menuntut pemerintah untuk membatalkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan menggantinya dengan menerbitkan Perppu Pembatalan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja.

Baca Juga: Keluhan Pengunjung Soal Fasilitas yang Minim di Pantai Meleura

Aspek Indonesia juga menuntut agar pemerintah memberlakukan kembali Undang Undang yang ada sebelum adanya Undang Undang Cipta Kerja.

Mirah mengungkapkan, telah mempelajari isi salinan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 yang beredar di masyarakat.

Baca Juga: Kornas Jokowi: Sengketa PT GAN Versus PT CSM Harus Diselesaikan Kementerian ESDM RI

Menurutnya, isinya hanya salin ulang dari isi Undang Undang Cipta Kerja, yang ditolak oleh masyarakat termasuk serikat pekerja.

“Kalaupun ada perbedaan redaksi, ternyata isi Perppu Nomor 2 Tahun 2022 justru semakin tidak jelas dan tidak ada perbaikan sebagaimana yang dituntut oleh serikat pekerja,” katanya.

Baca Juga: Program Jumat Curhat, Kapolres Konawe Imbau Masyarakat Jaga Kamtibmas

Menurut Mirah, berbagai hal yang dituntut oleh serikat pekerja, ternyata dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2022 akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah lagi.

Dengan begitu, pemerintah dapat leluasa menerbitkan Peraturan Pemerintah yang hanya akan menguntungkan kelompok pemodal atau investor.

Baca Juga: Lantik Pengurus Wilayah Pemuda ICMI Sultra, Ismail Rumadan Harapkan Eksistensi Pemuda di Masyarakat

“Modus seperti ini sudah menjadi rahasia umum, karena sejak awal Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja memang didesain oleh dan untuk kepentingan pemodal, bukan oleh dan untuk kepentingan rakyat,” katanya.

Mirah mengatakan, demi memenuhi rasa keadilan masyarakat dan memberikan kepastian hukum sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), maka Pemerintah seharusnya menerbitkan Perppu untuk membatalkan Undang Undang Cipta Kerja, dan mengembalikan berlakunya seluruh Undang Undang yang terdampak Omnibus Law.

Baca Juga: Kapolres Konawe Apresiasi Inisiatif H Mapiasse Wakafkan Tanah untuk Pembangunan Masjid

Termasuk kembali memberlakukan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan beserta seluruh peraturan turunannya.***

Editor: Mirkas


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah