Setelah Hari Ini, Gerhana Bulan Total Bisa Diamati Kembali pada 8 September 2025

8 November 2022, 18:12 WIB
Ilustrasi satelit dan gerhana bulan. /Pixabay.com/PIRO4D/

KENDARI KITA-Gerhana Bulan Total adalah fenomena astronomis ketika seluruh permukaan Bulan memasuki bayangan inti (umbra) Bumi.

Peneliti Pusat Riset Antariksa  Badan Riset Inovasi dan Teknologi (BRIN) Indonesia mengatakan, Andi Pangerang mengatakan, Gerhana bulan total yang dapat diamati di Indonesia untuk satu dekade berikutnya akan terjadi pada 8 September 2025, 3 Maret 2026, Malam Tahun Baru 2029, 21 Desember 2029, 25 April 2032 dan 18 Oktober 2032.

Baca Juga: Fenomena Siang Hari Bergerak Lebih Cepat di 3 November 2022, Ini Penjelasan Peneliti Pusat Riset Antariksa

Saat Gerhana bulan, terjadi  konfigurasi antara Bulan, Bumi dan Matahari yang membentuk garis lurus.

Selain itu, bulan berada di dekat titik simpul orbit bulan, yakni perpotongan antara ekliptika (bidang edar Bumi mengelilingi Matahari) dengan orbit bulan.

Baca Juga: Tak Terima Diberitakan Dugaan Pemotongan BLT, Kades Tetesingi Ancam Warga Tak Berikan Bantuan

"Gerhana Bulan Total terjadi ketika fase bulan Purnama, akan tetapi, tidak semua fase bulan Purnama dapat mengalami Gerhana bulan," kata Andi Pangerang, melansir laman Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) RI, 8 November 2022.

Lanjut Andi, hal ini dikarenakan orbit bulan yang miring 5,1 derajat terhadap ekliptika dan waktu yang ditempuh bulan untuk kembali ke simpul yang sama lebih pendek 2,2 hari dibandingkan dengan waktu yang ditempuh bulan agar berkonfigurasi dengan bumi dan matahari dalam satu garis lurus. Sehingga, Bulan tidak selalu berada di bidang ekliptika ketika Purnama.

Baca Juga: Lelang Jabatan Eselon II di Mubar Libatkan Assessor Mabes Polri, Bahri: Prioritas ASN Mubar

Gerhana Bulan Total kali ini terjadi pada 8 November 2022 dengan durasi total selama 1 jam 24 menit 58 detik dan durasi umbral (sebagian + total) selama 3 jam 39 menit 50 detik. 

Lebar gerhana bulan total kali ini sebesar 1,3589 dengan jarak pusat umbra ke pusat bulan sebesar 0,2570.

Baca Juga: Komisi Informasi dan Pemkot Kendari Sinergi Dorong Penguatan Program dan Pembentukan PPID

Gerhana ini termasuk ke dalam gerhana ke-20 dari 72 gerhana dalam Seri Saros 136 (1680-2960).

Fenomena astronomis gerhana bulan dapat diamati dari seluruh wilayah Indonesia.

Saat Bulan memasuki umbra, warna umbra cenderung hitam.

Baca Juga: Pasar Baru di Kendari Bakal Ditata Lagi, Asmawa Tosepu: Kita Kembalikan Kejayaannya Seperti Dulu

Saat bulan secara keseluruhan berada di dalam umbra, warna bulan akan menjadi kemerahan, penyebabnya adalah karena mekanisme Hamburan Rayleigh yang terjadi pada atmosfer Bumi.

Hamburan Rayleigh yang terjadi ketika Gerhana bulan sama seperti mekanisme ketika Matahari maupun bulan tampak berwarna kemerahan saat berada di ufuk rendah dan langit yang mempunyai rona jingga ketika Matahari terbit maupun terbenam.

Baca Juga: Empat Bulan Buron, Pelaku Penikaman di Kendari Akhirnya Dibekuk Polisi

Spektrum dengan panjang gelombang lebih pendek seperti ungu, biru dan hijau dihamburkan ke angkasa lepas, sedangkan spektrum dengan panjang gelombang lebih panjang seperti merah, jingga dan kuning diteruskan ke pengamat.

Selain itu, saat gerhana, tidak ada cahaya Matahari yang dapat dipantulkan oleh Bulan sebagaimana ketika fase bulan Purnama.

Gerhana dapat berwarna menjadi lebih kecokelatan bahkan hitam pekat jika partikel seperti debu vulkanik ikut menghamburkan cahaya.

Dampak dari Gerhana bulan Total bagi kehidupan manusia adalah pasang naik air laut yang lebih tinggi dibandingkan dengan hari-hari biasanya ketika tidak terjadi gerhana, Purnama maupun bulan Baru.***

 

 

Editor: Mirkas

Sumber: Lapan.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler