Bupati Wakatobi Haliana Disoroti LSM Ampara, Disebut Tega Penjarakan Warganya Sendiri

7 November 2022, 11:25 WIB
Kolase foto Bupati Wakatobi, Haliana dan 3 warga Wakatobi yang dipolisikan karena perusakan fasilitas gedung DPRD Wakatobi. /Istimewa/

KENDARI KITA-Bupati Wakatobi, Haliana, disoroti Aliansi Masyarakat Pemerhati Sulawesi Tenggara (Ampara Sultra), imbas kasus penahanan 3 warga Wakatobi, yakni Rahman Jadu (aktivis), Nuriaman (wartawan), dan Syaiful (wartawan), terkait  perusakan fasilitas ruang rapat DPRD Sultra termasuk piring, gelas, dan mikrofon.

Menurut Ketua Ampara Sultra, Armin Saputra, penahanan 3 warga Wakatobi itu menunjukkan sikap otoriter Haliana sebagai pemimpin.

Baca Juga: Seorang Wanita Lansia di Kendari Ditemukan Tewas, Diduga Bunuh Diri Karena Depresi

Haliana disebut merekomendasikan penolakan pencabutan  laporan yang berujung penahanan 3 warga itu.

"Masa seorang Bupati tega memenjarakan warganya karena memecahkan dua piring dan gelas, serta empat mikrofon yang belum tentu rusak," kata ketua Aliansi Masyarakat Pemerhati Sulawesi Tenggara (AMPARA Sultra) Armin saputra, 7 November 2022.

Baca Juga: Yayat Nurcholid: Sebagian Besar Perusahaan Tambang Konut Abaikan Kewajiban Reklamasi

Armin saputra menilai, langkah Bupati Wakatobi Haliana itu  tidak menunjukkan ciri  seorang negarawan, melainkan pemimpin otoriter yang anti kritik.

"Dulu saat kampanye dia (Bupati Haliana) mendesain dirinya sebagai pemimpin yang merakyat dan penyayang tapi sekarang baru nampak ternyata Bupatinya kita ini otoriter, anti kritik, dan raja tega," ungkapnya.

Baca Juga: Sejumlah Pejabat di Sultra Ikut Terseret Dalam Kasus Dugaan Gratifikasi Penerimaan Maba UHO

Selain itu, ia menilai Bupati Wakatobi Haliana ini tebang pilih dalam melayani masyarakat maupun dalam penegakan hukum.

"Sangat tebang pilih. Aktivis yang mengkritisi kebijakannya dia (Bupati Haliana) jika melakukan kesalahan maka langsung di penjarakan, sementara aktivis yang puja-puja Bupati, biar mereka lakukan perusakan aset daerah tidak pernah di penjarakan," kata Armin.

Baca Juga: Anak Perempuan Di Bawah Umur Jadi Pelaku Curanmor di Kendari

Menurutnya, sejak Wakatobi berdiri sebagai sebuah kabupaten selama hampir 2 dekade ini, tidak ada satu pun aktivis yang dipenjarakan terkait kasus serupa, padahal kejadian perusakan yang lebih para lagi pernah terjadi saat pemerintahan Hugua dan Arhawi, namun karena kedua pemimpin tersebut seorang negarawan dan siap menerima kritikan sehingga tidak ada satu pun warganya yang dipenjarakan.

Armin Saputra kemudian menguraikan kronologi insiden yang berujung penahanan 3 rekannya itu.

Baca Juga: Berikut Kategori Pelamar Dalam Seleksi Rekruitmen Guru ASN PPPK Kemendikbudristek Tahun 2022

Menurut Awmin, insiden tersebut terjadi secara spontan karena rekan-rekannya itu  keberatan dengan sikap salah satu legislator yang tidak kooperatif saat dikonfirmasi perihal keberadaan preman yang diduga diperintahkan untuk meneror 3 warga itu, karena telah mengkritisi kebijakan Haliana selaku Bupati Wakatobi.

Lanjut Armin, saat teman-temannya tiba DPRD, legislator yang hendak dikonfirmasi, Saharuddin, masih mengikuti rapat bersama Pemda Wakatobi.

Baca Juga: Mau Daftar ASN PPPK Guru Tahun 2022? Baca 9 Syarat yang Ditetapkan Pemerintah

"Setelah teman-teman masuk di ruangan, rapat langsung ditutup oleh pak wakil ketua II La Ode Nasrullah sehingga mereka langsung datangi La Saharuddin untuk konfirmasi terkait informasi dia suruh preman untuk teror kami," ujar Armin.

Saat mereka mengkonfirmasi persoalan tersebut,  Saharuddin tidak memberikan jawaban yang memuaskan, sehingga adu argumen tak dapat dihindari.

Baca Juga: Zlatan Ibrahimovic Kritik Kylian Mbappe yang Mulai Tengil di PSG: Kamu Pikir Kamu Siapa?

"Waktu itu, teman-teman hanya bertanya ke Saharuddin, preman mana yang dia sruh cari kami itu. Di panggil ke sini. Tapi saat itu Saharuddin memberikan jawaban bertele-tele sehingga terjadi adu argumen, yang berujung pecahnya gelas dan rusaknya mic itu," katanya.

Armin mengungkapkan, Pelaksana tugas Sekretaris daerah (Sekda) kabupaten Wakatobi Kamaruddin mengakui bahwa ia diperintahkan oleh Bupati Haliana, untuk mengajukan keberatan soal pencabutan laporan dugaan pengerusakan piring, gelas, dan mikrofon yang dilayangkan Sekwan DPRD kabupaten Wakatobi, Rusdin.

Baca Juga: Berkaca dari Tragedi Itaewon dan Lan Kwai Fong, Otoritas Hong Kong Bicara Soal Sistem Pengendalian Massa

"Bupati mendelegasikan, perintahkan kepada saya agar mewakilinya untuk penolakan itu (surat pencabutan laporan Sekwan)," ujar Kamaruddin, 24 Oktober lalu.

Kamaruddin mengungkapkan, pencabutan laporan itu ditolak Bupati sebab barang yang dirusaki oleh tiga orang tersebut merupakan milik Pemda sehingga sekwan dianggap harus berkoordinasi terlebih dulu dengan pimpinan diatasnya jika ingin mencabut laporan.


"Kepala SKD adalah pengguna barang, Sekda adalah pengelola barang, dan Bupati adalah kuasa pengguna barang milik daerah," katanya.

Kamaruddin berharap, kasus ini dijadikan sebagai pembelajaran semua pihak, agar tidak melakukan perusakan barang milik daerah.

Sementara itu, berkas perkara dua wartawan dan satu aktivis tersebut telah dilimpahkan ke Kejari Wakatobi dan telah di nyatakan P21.

Walau belum menjalani sidang ketiganya telah dikirim Lapas Kelas IIA Baubau.

Dua wartawan dan satu aktivis tersebut dijerat  pasal 170 ayat 1 dengan ancaman 7 tahun penjara, pasal 406 ayat 1 ancaman penjara 2,4 tahun, dan pasal 335 ayat 1 ancaman 1 tahun penjara.



Gambar, Bupati Wakatobi Haliana. Dan dua wartawan dan satu aktivis yang di rutan Polres Wakatobi (Foto: istimewa)

Editor: Mirkas

Tags

Terkini

Terpopuler