PB HMI: Pemerintah Tak Perlu Perpanjang Kontrak Karya PT Vale Indonesia

- 9 Januari 2023, 22:30 WIB
Ketua PB HMI Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba, Muhamad Ikram Pelesa.
Ketua PB HMI Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba, Muhamad Ikram Pelesa. /Istimewa/

KENDARI KITA-Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), menyoroti rencana pemerintah memperpanjang kontrak karya PT Vale Indonesia.

Ketua PB HMI Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba, Muhamad Ikram Pelesa, PT Vale sebagai salah satu perusahaan dengan konsesi IUP terbesar di Indonesia, tidak serius  memanfaatkan cadangan nikel yang dimilikinya untuk kepentingan hilirasi dalam negeri.

Baca Juga: Waspada, Aksi Penipuan Catut Nama Wali Kota dan Sekda Baubau dengan Modus Bantuan Masjid

Ikram menilai, perusahaan yang beroperasi sejak tahun 1968 ini tidak mampu memberikan kontribusi besar dalam agenda hilirisasi nikel dalam negeri.

Kata Ikram, hal tersebut terbukti dari penurunan hasil produksi setiap tahunnya, dengan penyerapan tenaga kerja yang sangat minim.

Baca Juga: Seorang Remaja di Konkep Dirudapaksa 2 Pria Usai Dicekoki Miras

"Sejak tahun 1968 perusahaan ini beroperasi ditiga provinsi yang tersebar dipulau sulawesi, tapi angka produksinya sangat kecil, serapan tenaga kerjanya juga sangat minim. Ini sangat jauh bila dibandingkan dengan Investasi pengembangan industri yang diberikan pemerintah terhadap china dan swasta lainnya dalam negeri, mereka mereka sangat serius dalam mengelolah nikel dan serapan tenaga kerjanya mencapai puluhan hingga ratusan ribu," kata Ikram, dalam rilis pers PB HMI, Senin, 9 Januari 2023.

Ikram mengatakan bahwa Kontrak Karya (KK) PT Vale Indonesia yang akan berakhir pada tahun 2025 tak layak diperpanjang oleh pemerintah, sebab dari total konsesi IUP yang diberikan pemerintah, PT Vale hanya mampu mengelola 7,37 persen selama 54 Tahun beroperasi.

Baca Juga: BI Sultra Dorong Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kendari

Walaupun telah beroperasi selama puluhan tahun, perusahaan tersebut diketahui masih berada pada fase eksplorasi dan belum melakukan kegiatan penambangan di dua wilayah IUP konsesinya, yakni Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Sulawesi Tenggara (Sultra).

"Selama 54 tahun, PT Vale Indonesia beroperasi di Indonesia dari total konsesi yang dimilikinya yaitu 118.000 Ha, untuk Sulsel saja dari total 70.566 hektar yang baru dikelola hanya 16.000 Ha. Sementara untuk 2 provinsi lainnya masih berada pada fase eksplorasi belum melakukan kegiatan penambangan, artinya ini namanya tidak produktif. Sehingga manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat dan pemerintah daerah," ungkap Ikram.

Baca Juga: Kronologi Dua Pekerja Proyek Telkom Tewas Tersengat Listrik di Konawe

Ia juga mencatat bahwa serapan tenaga kerja PT Vale Indonesia tidak sebanding dengan luasan konsesi IUP Kontrak Karya yang dimilikinya, dimana saat ini jumlah pekerja PT Vale Indonesia baru mencapai 9.000 orang, dengan rincian 3.000 pekerja merupakan karyawan tetap dan 6.000 orang hanya merupakan karyawan outsourching.

Ia membandingkan dengan investasi kawasan industri di beberapa daerah di Sulawesi yang hanya memiliki luasan 2.000 Ha, namun penyerapan tenaga kerjanya cukup tinggi yakni diatas 20.000 orang.

Baca Juga: 4 Zodiak yang Memiliki Kecenderungan Menghakimi Orang Lain

"Coba dilihat serapan tenaga kerjanya, sangat tidak sebanding dengan luasan IUP KK nya, perusahaan ini hanyan bisa menyerap 9.000 karyawan dengan perbandingan 3.000 karyawan tetap dan 6.000 outsourching. Ini sangat jauh beda dengan swasta lainnya, contohnya PT. IMIP mereka hanya diberi 2.000 Ha untuk bangun smelter tapi serapan tenaga kerjanya diatas 20.000 orang. Hal ini nampak jelas bahwa perusahaan ini tidak membawa misi penekanan angka pengangguran, jadi tidak layak untuk dipertahankan," ujarnya.

Lebih lanjut Ikram menguraikan bahwa tingkat produksi nikel PT Vale Indonesia kian menyusut.

Baca Juga: 7 Parpol Bertemu, Sepakat Menolak Sistem Proporsional Tertutup Pemilu 2024

Perusahaan tersebut menurut Ikram hanya mampu memproduksi nikel sejumlah 13.827 ton pada kuartal I-2022, atau turun 9 persen dibandingkan periode sama tahun 2021 sebesar 15.198 ton.

Sementara salah satu pengembang smelter yakni PT IMIP mampu memproduksi nikel sejumlah 240.000 ton setiap tahunnya.

Baca Juga: Soal Kewenangan Tunggal OJK Tangani Pidana Jasa Keuangan, Eks Penyidik KPK: Rawan korupsi

"Jika dilihat produksi nikel perusahaan ini di setiap tahunnya yang mengalami penyusutan, pemerintah seharusnya tidak lagi memiliki pertimbangan untuk memperpanjang Kontrak Karya perusahaan tersebut. Ini sangat mubazir, di beberapa smelter tingkat produksinya sudah mencapai 240.000 ton setiap tahunnya. Kami khawatir penguasaan wilayah cadangan nikel PT. Vale Indonedia kedepan justru mengganggu target pemerintah dalam hilirisasi nikel,' urainya.

Ia meminta pemerintah untuk tidak memperpanjang kontrak karya PT Vale Indonesia dan menyarankan untuk menyerahkan wilayah konsesi IUP Kontrak Karya perusahaan tersebut kepada daerah atau pihak swasta yang berkomitmen tinggi dalam suksesi hilirasi nikel dalam negeri.

Baca Juga: Waspadai Malware, Google Peringati Pengguna untuk Tidak Sembarangan Mengakses Situs Web

"Untuk itu kami meminta pemerintah tidak memperpanjang kontrak karya PT. Vale Indonesia. Selanjutnya, dalam semangat hilirisasi kami menyarankan pemerintah untuk menyerahkan wilayah konsesi IUP Kontrak Karya PT Vale Indonesia kepada daerah atau swasta yang mempunyai komitmen tinggi dalam sukses hilirasi nikel dalam negeri,' kata Ikram.

Merujuk data yang dipaparkan Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif, pada tahun 2014, produksi nikel masih dikuasai oleh Vale dengan porsi 77 persen, disusul Antam dengan 19 persen dan perusahaan lainnya sebanyak 3 persen.

Baca Juga: Aturan Pemerintah Indonesia Soal Pembelian BBM Subsidi: Kuota Pengisian Bakal Dibatasi

Namun, peta industri hilir nikel hingga produk setengah jadi (intermediate product) itu telah berubahdrastis.

Pada 2018, IMIP sudah menguasai 50 persen produksi hilir nikel di Indonesia. 

Porsi Vale pun susut jadi 22 persen dan Antam hanya 5 persen saja.

Baca Juga: BI Sultra Optimis Capai Target 120 Ribu User Baru QRIS di Tahun 2023

Perusahaan nikel BUMN itu bahkan sudah tersalip oleh Virtue Dragon yang memegang porsi produksi nikel sebesar 11 persen, Harita Group 6 persen dan perusahaan lainnya sebanyak 6 persen.***

Editor: Mirkas


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x