Kelima, memberikan penekanan agar dalam pelaksanaan tindakan upaya paksa harus memedomani SOP tentang urutan tindakan kepolisian, sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian.
Baca Juga: Jaksa Kalah di Pengadilan, Terdakwa Dugaan Korupsi Pertambangan Divonis Bebas
Keenam, memberikan penekanan agar dalam pelaksanaan kegiatan pengamanan dan tindakan kepolisian yang memiliki kerawanan sangat tinggi harus didahului dengan arahan pimpinan pasukan, latihan simulasi atau mekanisme tactical wall game untuk memastikan seluruh anggota yang terlibat dalam kegiatan memahami dan menguasai tindakan secara teknis, taktis dan strategi.
Ketujuh, memperkuat pengawasan, pengamanan dan pendampingan oleh fungsi Propam, baik secara terbuka maupun tertutup pada saat pelaksanaan pengamanan unjuk rasa atau kegiatan upaya paksa yang memiliki kerawanan atau melibatkan massa.
Kedelapan, mengoptimalkan pencegahan dan pembinaan kepada anggota Polri agar dalam pelaksanaan tugasnya tidak melakukan tindakan arogan, sikap tidak simpatik, berkata-kata kasar, penganiayaan, penyiksaan dan tindakan kekerasan yang berlebihan.
Kesembilan, memerintahkan fungsi operasional khususnya yang berhadapan langsung dengan masyarakat untuk meningkatkan peran dan kemampuan para first line supervisor, dalam melakukan kegiatan pengawasan melekat dan pengendalian kegiatan secara langsung di lapangan.
Kesepuluh, memerintahkan kepada Direktur, Kapolres, Kasat dan Kapolsek untuk memperkuat pengawasan dan pengendalian dalam setiap penggunaan kekuatan dan tindakan kepolisian agar sesuai dengan SOP dan ketentuan yang berlaku.
Yang terakhir yakni memberikan punishment atau sanksi tegas terhadap anggota yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin atau kode etik maupun pidana, khususnya yang berkaitan dengan tindakan kekerasan berlebihan, serta terhadap atasan langsung yang tidak melakukan pengawasan dan pengendalian sesuai tanggung jawabnya. ***