Sri Mulyani menambahkan, dalam penetapan CHT, pemerintah menyusun instrumen cukai dengan mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.
Baca Juga: Sederet Keunggulan Siaran TV Digital: Tidak Berbayar, Gambar Lebih Berkualitas
Di samping itu, pemerintah juga memperhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.
Pertimbangan selanjutnya, tambah Sri Mulyani, yaitu mengenai konsumsi rokok yang menjadi konsumsi rumah tangga terbesar kedua setelah beras.
Baca Juga: Proyek Sugimanuru Diduga Jadi Penyumbang Banjir, DLHK Mubar: Jika Terbukti, Kita Jatuhkan Sanksi
Bahkan, konsumsi tersebut melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam.
“Yang kedua mengingat bahwa konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan. Ini adalah kedua tertinggi setelah beras, bahkan melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam, serta tahu, tempe yang merupakan makanan-makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat,” kata Sri Mulyani.
Lebih lanjut Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai guna mengendalikan baik konsumsi maupun produksi rokok.
Menkeu Sri Mulyani berharap kenaikan cukai rokok dapat berpengaruh terhadap menurunnya keterjangkauan rokok di masyarakat.