KENDARI KITA-Pemerintah Indonesia diketahui telah resmi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tentang Cipta Kerja tertanggal 30 Desember 2022.
Presiden asosiasi serikat pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat, menyikapi penerapan Perppu tersebut.
Baca Juga: Soal Penodongan Pistol Oleh Oknum Polisi ke Warga Sipil, Iksan: Kami Bukan Teroris
Menurut Mirah, penerapan Perppu tersebut hanya akal-akalan untuk memaksakan penerapan Omnibus Law dan memuluskan kepentingan pemodal.
Sebaliknya, dampak buruk Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja, cenderung merugikan masyarakat, khususnya kluster ketenagakerjaan.
Baca Juga: Tahun Baru 2023, SKI Dzikir dan Doa Bersama Ratusan Majelis Taklim se-Kota Kendari
Sebab penerapan tersebut menurut Mirah akan semakin memiskinkan pekerja Indonesia.
“Hal ini karena Undang Undang Cipta Kerja telah menghilangkan jaminan kepastian kerja, jaminan kepastian upah dan juga jaminan sosial bagi pekerja Indonesia,” kata Mirah, dilansir pikiran.rakyat-kendari.com dari laman pikiran-rakyat.com, Senin, 2 Januari 2022.
Baca Juga: Akhir Tahun 2022, Pasar Modal Indonesia Catat Pencapaian Positif
Mirah lebih jauh menjelaskan bahwa isi Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tidak mengakomodir tuntutan serikat pekerja, karena sistem kerja outsourcing tetap dimungkinkan diperluas tanpa pembatasan jenis pekerjaan yang jelas.
Lalu kata dia, sistem kerja kontrak tetap dimungkinkan dapat dilakukan seumur hidup, tanpa kepastian status menjadi pekerja tetap dengan sistem upah yang tetap murah.
Baca Juga: Rumah Warga di Wamponiki Muna Diterjang Puting Beliung, Pemerintah Diminta Siaga Salurkan Bantuan
Perppu tersebut menurut Mirah, juga tidak secara tegas menetapkan upah minimum berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan hidup layak.
Kemudian, masih hilangnya ketentuan upah minimum sektoral provinsi dan kota/kabupaten, lalu dimudahkannya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan, termasuk hilangnya ketentuan PHK harus melalui Penetapan Pengadilan.