Mengenal NTDs, Jenis Penyakit Tropis Yang Wajib Diwaspadai di Indonesia

5 Februari 2023, 17:35 WIB
Ilustrasi pasien dalam perawatan medis. /Pixabay.com/maleni_ferrari / 20 images/

KENDARI KITA-World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia, mengklasifikasikan 20 penyakit yang termasuk penyakit tropis yang terabaikan atau Neglected Tropical Diseases (NTDs) NDTs.

Di Indonesia, penyakit tropis atau NDTs yang jadi sorotan Kementerian Kesehatan RI antara lain filariasis, cacingan, schistosomiasis, kusta, dan frambusia.

Baca Juga: Catatan Perjuangan Husnia Rafastar, Designer Asal Baubau Kembangkan Brand Fashion Rafa Modeste

NTDs sendiri merupakan penyakit yang disebabkan berbagai patogen, termasuk virus, bakteri, protozoa, dan cacing parasit.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan berdasarkan data Kemenkes RI, sebanyak 236 Kabupaten/Kota di 28 Provinsi di Indonesia merupakan daerah endemis filariasis.

Baca Juga: Jokowi: ASEAN Tak Boleh Jadi Proksi Siapapun

Sebanyak 9.906 kasus kronis filariasis tersebar di berbagai Provinsi di Indonesia.

''Dari target sebanyak 93, hanya 72 Kabupaten/Kota yang mencapai eliminasi pada tahun 2021, dan baru ada 33 kabupaten/kota telah mendapatkan sertifikat eliminasi filariasis,'' kata Maxi Rein, melansir laman kemenkes.go.id, Minggu, 5 Februari 2023.

Baca Juga: Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Anjlok, Ini Kata Jokowi

Prof. Dr. Taniawati Supali, M.Biomed dari FKM UI mengatakan, penyakit kaki gajah ini ditularkan oleh larva yang ada di dalam nyamuk. Tahap awal orang terkena filariasis biasanya belum bergejala, masih normal.

''Ini yang susah untuk pengobatan tapi pasien bilang masih normal. Gejala awal demam ringan, itu yang menyebabkan mereka tidak sadar, kemudian bengkak, kempes, dan bengkak lagi dan tidak bisa kempes lagi,'' kata Taniawati.

Baca Juga: Mengenal Kayazah Anaziah, Model Cilik yang Tampil Ciamik di Catwalk Keren Keren Beken Sultra 2023

Untuk penyakit cacingan, di tahun 2021 terdapat 36,97 juta anak yang mendapatkan POPM. Hasil survei evaluasi pasca pemberian obat cacing dari tahun 2017 hingga tahun 2021 menunjukkan bahwa terdapat 66 Kabupaten/Kota yang memiliki prevalensi cacingan di bawah 5 persen, dan 26 Kabupaten/Kota yang memiliki  prevalensi cacingan diatas 10 persen.

Schistosomiasis merupakan penyakit yang endemik di 28 desa di Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Baca Juga: Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 48 Mulai Dibuka, Berikut Link Pendaftaran dan Syarat Lengkapnya

Kementerian Kesehatan, melalui Permenkes Nomor 19 Tahun 2018, menargetkan agar schistosomiasis dapat dieliminasi dari 28 desa tersebut pada tahun 2024.

Peta jalan eradikasi penyakit schistosomiasis 2019-2025 pun telah menjabarkan tahapan menuju eradikasi sesuai dengan rekomendasi WHO, yaitu: pengurangan tingkat kejadian infeksi pada manusia menjadi nol, pengurangan tingkat kejadian infeksi pada hewan menjadi nol, dan pengurangan jumlah keong yang terinfeksi menjadi nol.

Baca Juga: Bukan Hanya Perpanjangan Masa Jabatan Kades, Ini Yang Jadi Fokus Pembahasan Revisi UU Desa di Meja DPR RI

Sebagai penyakit zoonotik, program pencegahan dan pengendalian schistosomiasis merupakan program yang membutuhkan integrasi dari banyak pemangku kepentingan dalam menjalankan surveilans, pengobatan, pemberantasan keong positif, rekayasa lingkungan, penyediaan sistem sanitasi dan air bersih, serta manajemen penggembalaan ternak.

Sejak tahun 2000 Indonesia dinyatakan telah mencapai status eliminasi kusta dengan angka prevalensi kusta tingkat nasional sebesar 0,9 per 10.000 penduduk.

Baca Juga: Mitigasi Kekerasal Seksual di Lingkungan Pendidikan, Pemerintah Bentuk Satgas PPKS

Angka prevalensi kusta di Indonesia pada tahun 2021 sebesar 0,45 kasus per 10.000 penduduk dan angka penemuan kasus baru sebesar 4,03 kasus per 100.000 penduduk.

Selama 10 tahun terakhir terlihat tren relatif menurun baik pada Prevalensi Rate (PR) angka prevalensi maupun angka penemuan kasus baru kusta atau New Case Detection Rate (NCDR).

Baca Juga: Upah Lembur tak Dibayar, Pemerintah Bakal Turun Tangan

Kementerian Kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 Tahun 2019 tentang Penanggulangan kusta menargetkan mencapai eliminasi kusta tingkat Provinsi pada tahun 2019 dan tingkat Kabupaten/Kota pada tahun 2024.

Pada tahun 2021 terdapat 6 Provinsi dan 101 Kabupaten/Kota belum mencapai eliminasi kusta di Indonesia, dan 26 provinsi masih memiliki angka cacat tingkat 2 diatas 1 per 1 juta penduduk.

Baca Juga: Tentang Fahira Rizal: Putri Cilik Daerah Muna, Penggemar BLACKPINK yang Getol Menggeluti Dunia Modelling

dr. Sri Linuwih, Sp.KK dari RSCM mengatakan bahwa kusta sebetulnya penyakit kulit dan saraf. Penyuakit ini terlebih dulu menyerang saraf kemudian ke kulit.

Penyeba kusta adalah mycobacterium leprae, jenis bakteri yang memiliki kekerabatan dengan bakteri mycobacterium tuberculosis.

Baca Juga: Ini Program Strategis Yudhianto Mahardika Pasca Didaulat Sebagai Ketum Perkemi Sultra

''Penyakit ini menular tapi memiliki daya tular yang rendah memerlukan waktu bulanan hingga taunan. Yang terkena bisa mulai dari anak kecil sampai dewasa, bahkan bayi juga bisa tertular. Penyakit ini dapat diobati dan gratis di Puskesmas,'' ungkap dr. Sri.

Selanjutnya, berdasarkan Kepmenkes Nomor HK.01.07/Menkes/496/2017 terdapat 79 kab/kota endemis frambusia.

Baca Juga: Ampuh Sultra Desak Mabes Polri dan KLHK Usut Dugaan Perambahan Hutan di Konut yang Libatkan PT WMB

Kementerian Kesehatan juga telah menetapkan bahwa target eradikasi tingkat kabupaten/kota dapat dicapai pada tahun 2024.

Pada tahun 2021, telah dilakukan sertifikasi pada 55 daerah Kabupaten/Kota kasus sehingga total kabupaten/kota yang telah mengalamai eradikasi sebanyak 55 kab/kota.

Jumlah kasus frambusia yang dilaporkan pada tahun 2021 sebanyak 185 kasus sebagian besar terdapat di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur.


Editor: Mirkas

Tags

Terkini

Terpopuler