KENDARI KITA - Koalisi Aktivis Sultra Menggugat, yang terdiri dari berbagai lembaga diantaranya Law Mining Center (LMC) dan Lembaga Pemantau Pemerhati Hukum (LPPH), meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk menyelidiki kewajiban pembayaran denda pembukaan kawasan hutan tanpa izin oleh PD. Aneka Usaha Kolaka.
Julianto Jaya Perdana, Direktur Eksekutif LMC sekaligus Koordinator Koalisi Aktivis Sultra Menggugat, menyatakan bahwa Kejati harus serius menangani masalah ini.
"Kami harap Kejati Sultra ini serius untuk menyelidiki kewajiban PD. Aneka Usaha Kolaka terkait pembayaran denda bukaan kawasan hutan tanpa izin di WIUP-nya," katanya, Rabu, 22 Mei 2023.
Baca Juga: Bank Mandiri Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat Desa Lewat Program Mandiri Sahabat Desa di Morowali
Jul, sapaan akrab Julianto, menjelaskan bahwa berdasarkan SK.1217/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2021, besaran pokok denda telah ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Besaran pokok dendanya dan skema penyelesaiannya telah ditentukan oleh KLHK berdasarkan pasal 110 B UU Cipta Kerja. Namun, yang jadi polemik adalah PD. Aneka Kolaka ini belum melunasi kewajibannya tetapi RKAB-nya sudah terbit," bebernya.
Jul juga menduga ada keterlibatan oknum dari Ditjen Minerba dalam terbitnya persetujuan RKAB PD. Aneka Usaha Kolaka.
Baca Juga: Sinergi Polri dan Masyarakat Bali Sukses Amankan WWF ke-10
"Terbitnya persetujuan RKAB PD. Aneka Kolaka ini kami duga ada yang menyokong oknum Ditjen Minerba, sementara KLHK merekomendasikan ke Ditjen Minerba untuk tidak mengeluarkan RKAB perusahaan tambang yang belum menyelesaikan denda bukaan kawasan hutan tanpa izin. Sampai saat ini, PD. Aneka Usaha Kolaka belum memperoleh PPKH dari KLHK. Ini janggal menurut kami," ungkapnya.
Lebih lanjut, Jul meminta Kejati Sultra untuk tidak memberikan kelonggaran terhadap PD. Aneka Usaha Kolaka dan menghentikan kegiatan penambangan dan penjualan domestik sampai penyelidikan kasus tersebut selesai.