Diduga Garap Ribuan Hektare Kawasan Hutan, Ampuh Sultra Desak Kejati Periksa Pimpinan PT Antam dan PT AKP

21 September 2023, 23:04 WIB
Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sultra, Hendro Nilopo. /Istimewa/

KENDARI KITA - Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) melakukan pemeriksaan terhadap pimpinan PT Adhi Kartiko Pratama, atas dugaan kejahatan kehutanan.

Selain PT AKP, Ampuh Sultra juga mensiyalir dugaan keterlibatan PT Antam UBPN Konawe Utara (Konut), dalam tindakan kejahatan lingkungan tersebut.

Direktur Ampuh Sultra, Hendro Nilopo menyebutkan, pada awal tahun 2023, pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan daftar perusahaan yang melakukan kegiatan usaha pertambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin.

Baca Juga: Berikut Daftar Pejabat di Lingkup Pemda Konawe yang Dilantik Jelang Akhir Masa Jabatan KSK

Hendro Nilopo menyebutkan, PT Antam UBPN Konut dan PT AKP masuk dalam daftar perusahaan yang dirilis KLHK.

Lebih lanjut, Hendro Nilopo mengungkapkan, berdasarkan data yang ada, PT Antam UBPN Konut dan PT AKP diduga menggarap kurang lebih 1000 hektare kawasan hutan tanpa izin.

“Berdasarkan data yang ada, bukaan kawasan hutan di dua perusahaan itu kurang lebih 1000 hektare. Baik HP, HPT, HPK dan HL,”. Ungkapnya, Kamis 21 September 2023.

Baca Juga: KSK Lantik 62 Pejabat di Akhir Masa Pemerintahan

Hendro Nilopo membeberkan, adapun luas bukaan masing-masing, yakni PT Antam luas areal terbuka 498,37 hektare, terdiri dari bukaan kawasan Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi yang dapat dikonservasi (HPK) dan Hutan Lindung (HL).

Sedangkan PT AKP, luasan areal terbuka 577,48 hektare, yang terdiri dari Hutan Produksi (HP).

Lebih lanjut, aktivis nasional asal Konawe Utara itu menyebutkan, bahwa pada tanggal 7 Maret 2023, KLHK RI mengeluarkan Surat Keputusan Nomor : SK.196/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2023 tentang data dan informasi kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan tahap XI.

Baca Juga: Dugaan Pelanggaran Netralitas ASN, Bawaslu Periksa Lurah Konawe

Dalam surat keputusan tersebut PT AKP dan PT Antam Konut tercatat sebagai perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di dalam kawasan hutan tanpa izin.

“Jadi ini data rill dari KLHK. Sehingga kami sebagai mitra pemerintah wajib untuk menyampaikan kepada pihak berwajib, agar segera dilakukan penindakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” jelasnya.

Mahasiswa S2 Ilmu Hukum Universitas Jayabaya Jakarta itu menjelaskan, berdasarkan aturan yang ada, dalam hal ini UU Cipta Kerja, keduanya dikenakan sanksi administratif.

Baca Juga: Antisipasi Lakalantas, Personil Polsek Sampara Lakukan Penjagaan di Lokasi Tumpahan Solar

Namun, kata dia, jika kejahatan kehutanan tersebut dilakukan setelah berlakunya UU Cipta Kerja, maka perusahaan yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana.

“Skema penyelesaiannya sesuai dengan Pasal 110 B UU Cipta Kerja, karena kejadiannya sebelum UU Cipta Kerja berlaku. Sebaliknya, jika dilakukan setelah UU Cipta Kerja berlaku maka sanksinya pidana," jelasnya.

Hendro menambahkan, bahwa dalam UU Cipta Kerja yang menjadi prioritas adalah sanksi adminidtratif termaksud kejahatan kehutanan.

Baca Juga: Dilantik Tri Firdaus Akbar, Lima Notaris Asal Sultra Masuk Jajaran Pengurus Pusat INI

“Jadi yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja itu prioritasnya sanksi administratif, beda dengan UU yang lain yang prioritasnya pidana atau perdata," tambahnya.

Oleh karena itu, Hendro Nilopo meminta kepada Kejati Sultra agar segera memanggil dan memeriksa pimpinan dua perusahaan tersebut.

“Kedua pimpinan perusahaan harus segera di panggil dan diperiksa perihal penyelesaian sanksi administratif atas penggunaan kawasan hutan tanpa izin," tegasnya.

Baca Juga: Dilantik Tri Firdaus Akbar, Lima Notaris Asal Sultra Masuk Jajaran Pengurus Pusat INI

Hendro Nilopo juga meminta Kejati Sultra untuk berkoordinasi dengan pihak KLHK, guna percepatan pembayaran denda administratif atas kejahatan kehutanan di Sulawesi Tenggara.

“Subjek hukumnya banyak, terutama pada kegiatan usaha pertambangan. Namun untuk besaran denda yang harus dibayarkan oleh masing-masing subjek itu ditentukan oleh KLHK RI," ucapnya.

“Nanti setelah besaran denda sudah di tentukan, selanjutnya kejaksaan yang lakukan penagihan. Karena itu menyangkut kerugian negara," tutupnya. ***

Editor: Mirkas

Tags

Terkini

Terpopuler