KENDARI KITA-Bulan suci Ramadhan tak hanya diberkahi dengan keistimewaan pahala yang dilipatgandakan.
Keistimewaan lainnya adalah tidurnya orang berpuasa pun setara nilai ibadah.
Seperti yang diriwayatkan terjemahan hadits HR. Baihaqi:
Baca Juga: Sufmi Dasco Perintahkan Kader Gerindra Lawan Pihak yang Menyerang Ketua DPD Sultra
“Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amal ibadahnya dilipatgandakan, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni." (HR Baihaqi).
Hadits populer ini memiliki makna yang sangat bernilai jika ditelaah dari perspektif yang positif.
Namun, sadar atau tidak, hadits ini terkadang digunakan sebagai pembenaran untuk bermalas-malasan alias mager atau tidur seharian saat menjalankan puasa di bulan suci Ramadhan.
Baca Juga: Harga LPG 3 Kg Naik, Pertamina: Soal HET Pemerintah Sultra yang Tentukan
Hadits serupa lainnya yang dijelaskan Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumid Din soal etika berpuasa Ramadhan, adalah bahwa tidur siang saat berpuasa boleh-boleh saja, tapi ada batasannya.
“Sebagian dari tata krama puasa adalah tidak memperbanyak tidur di siang hari, hingga seseorang merasakan lapar dan haus dan merasakan lemahnya kekuatan, dengan demikian hati akan menjadi jernih.”
Lantas apa makna sebenarnya dari tidurnya orang berpuasa adalah ibadah?
Baca Juga: Sikap Tegas Triple A : Kader yang Masih Ragu, Mundur Sekarang
Apakah terdapat ketentuan khusus untuk menggapai fadhilah ini?
Terjemahan Kitab Ittihaf sadat al-Muttaqien menjelaskan bahwa:
“Tidurnya orang puasa adalah ibadah, napasnya adalah tasbih, dan diamnya adalah hikmah. Hadits ini menunjukkan bahwa meskipun tidur merupakan inti dari kelupaan, namun setiap hal yang dapat membantu seseorang melaksanakan ibadah maka juga termasuk sebagai ibadah” (Syekh Murtadla az-Zabidi, Ittihaf Sadat al-Muttaqin, juz 5, halaman 574).
Baca Juga: Sebut Prabowo Subianto Bakal Kunjungi Sulawesi Tenggara, Sufmi Dasco Ajukan Syarat ini
Berpuasa merupakan bentuk ibadah. Tidurnya orang berpuasa yang bertujuan memulihkan kondisi tubuh agar kembali bersemangat menjalani ibadah sunnah saat berpuasa pun terhitung sebagai ibadah.
Namun fadhilah ini tidak berlaku jika seseorang mengotori puasanya dengan melakukan perbuatan maksiat, seperti menggunjing (menggosip) orang lain.
Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan:
Baca Juga: Strategi Pemkab Konawe Mitigasi Lonjakan Kasus Stunting
“Abu al-Aliyah berkata: orang berpuasa tetap dalam ibadah selama tidak menggunjing orang lain, meskipun ia dalam keadaan tidur di ranjangnya. Hafshah pernah mengatakan: betapa nikmatnya ibadah, sedangkan aku tidur diranjang.” (Ahmad ibnu Hajar al-Haitami, Ittihaf Ahli al-Islam bi Khushushiyyat as-Shiyam, halaman 65).
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Syekh Nawawi al-Bantani:
“Hadits ‘tidurnya orang berpuasa adalah ibadah’ ini berlaku bagi orang berpuasa yang tidak merusak puasanya, misal dengan perbuatan ghibah. Tidur meskipun merupakan inti kelupaan, namun akan menjadi ibadah sebab dapat membantu melaksanakan ibadah” (Syekh Muhammad bin ‘Umar an-Nawawi al-Bantani, Tanqih al-Qul al-Hatsits, Halaman 66).
Baca Juga: 3 Permintaan Lionel Messi Ini Bisa Bikin Presiden PSG Ogah Tertarik Perpanjang Kontraknya
Orang yang berpuasa namun masih saja melakukan perbuatan maksiat dalam puasanya, tidak mendapatkan fadhilah (keutamaan).
Kesimpulannya, tidur pada saat berpuasa dapat disebut sebagai ibadah ketika memenuhi dua kriteria.
Pertama, tidak ditujukan untuk bermalas-malasan, tapi untuk lebih bersemangat dalam menjalankan ibadah.
Baca Juga: Konsumsi Makanan Sehat, Dapat Cegah Kematian Dini Sampai 20 Persen
Kedua, tidak mencampuri ibadah puasanya dengan melakukan perbuatan maksiat.
Itulah penjelasan sederet hadits terkait tidurnya orang yang berpuasa adalah Ibadah.
Wallahu a'lam bishawab. Semoga amal ibadah puasa kita diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.***