Soal Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Kades, LMND: Mengancam Demokrasi, Menyuburkan Korupsi

- 26 Januari 2023, 22:39 WIB
Ketua Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EW LMND) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), La Ode Farhan.
Ketua Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EW LMND) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), La Ode Farhan. /Istimewa/

KENDARI KITA-Ketua Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi
(EW LMND) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), La Ode Farhan, menyatakan penolakan terhadap wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades).

"LMND dengan tegas menolak revisi UU Desa, khususnya pasal 39 yang mengatur masa jabatan kepala desa. Dipastikan ini akan merusak demokrasi partisipatif desa dan akan menyuburkan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme," kata La Ode Farhan, dalam pernyataan resmi LMND Sultra, Kamis, 26 Januari 2023.

Baca Juga: Ir Hugua Kembali Nakhodai BPD PHRI Sultra, Target Program Pengembangan SDM Sektor Industri Pariwisata

Sebelum wacana ini mengemuka di ruang publik, aparat desa se-Indonesia diketahui beramai-ramai mendatangi kantor DPR RI pada 16 Januari 2023.

Mereka membawa tuntutan revisi pasal 39 Undang Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

Salah satu poin tuntutan itu adalah mengenai perpanjangan masa jabatan Kepala Desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun.

Baca Juga: Ini Penyebab Warung Pendowo Kendari Hangus Dilalap Api

Menurut La Ode Farhan, Presiden RI Jokowi menyetujui usulan perpanjangan masa jabatan Kades itu.

"Sebagaimana ungkapan Budiman Sudjatmiko, politikus PDIP, usai dipanggil Presiden pada 17 Januari 2023," kata La Ode Farhan
 
La Ode Farhan kemudian mempertanyakan alasan revisi perpanjangan masa jabatan kepala desa yang telah diatur dalam UU Desa tersebut.

Baca Juga: Ramalan Zodiak 26 Januari 2023: Libra, Gemini dan Sagitarius Dihantui Krisis Kepercayaan

Menurut Farhan,  masalah polarisasi sosial di desa pasca pemilihan kepala desa yang dijadikan dalih  untuk perpanjangan itu mengada-ada alias tak logis.

Lebih jauh dari itu, harusnya kata Farhan, praktek pembelahan sosial dan politik transaksional (money politic) selama masa pilkadeslah yang harus dibendung.

"Jika logika itu yang digunakan, bagaimana dengan polarisasi sosial residu pilpres/pilkada yang juga masih ada? Jika desa secara cakupan lebih kecil menggunakan alasan tersebut, bagaimana dengan menyelesaikan polarisasi sosial pada tingkatan pasca pilkada dan pilpres, haruskah diperpanjang periodenya," kata Farhan.

Baca Juga: Soal Nasib Honorer Nakes dan Non Nakes, Legislator Senayan: Jauh Dari Sejahtera

Secara substansial, lanjut Farhan, rencana perpanjangan periode tersebut berpotensi merusak demokrasi.

"Harusnya membatasi kekuasaan, termasuk periode jabatan dan mengontrol kekuasaan dengan demokrasi partisipatif harus dijalankan sebagaimana semangat dan amanat UU Desa," ujarnya.

Lagi pula kata Farhan, dukungan perpanjangan masa jabatan ini hanya bersumber dari elit lokal/desa, bahkan partai politik tertentu, politisi, di momen-momen  menjelang pemilu 2024.

Baca Juga: Ibu Muda Ngaku Anaknya Tewas Karena Kecelakaan, Padahal Dianiaya Hingga Meregang Nyawa

"Bukan dari partisipasi rakyat desa. Kecurigaan ini juga mengingat belakangan pernah ada kumpulan kepala desa yang merencanakan deklarasi 3 periode Presiden. Logika yang mirip dan serupa untuk mengembalikan otoritarianisme, kekuasaan absolut dan anti demokrasi," katanya.

Di sisi lain kata Farhan, dengan besarnya anggaran dana desa yang dikelola, 6 tahun adalah waktu yang seharusnya digunakan efektif untuk pembangunan desa untuk kesejahteraan warga desa.

KPK kata Farhan, mencatat sedikitnya 686 kepala desa terjerat kasus korupsi anggaran desa sepanjang tahun 2012-2021.

Baca Juga: 8 Ide Kencan Jarak Jauh di Momen Valentine

Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mencatat sejak 2015 ketika program dana desa dimulai, jumlah korupsi di sektor dana desa meningkat.

Setidaknya, menurut ICW, di tahun 2021 ada 154 kasus korupsi anggaran desa.

"Dengan fakta tersebut, pilihan memperpanjang periode jabatan kades akan menyuburkan praktek korupsi, alih-alih mengusahakan desa yang berdaya, kuat, maju, mandiri dan demokratis," ujarnya.

Baca Juga: Soal Rencana Kedatangan Anies Baswedan, Garnita Malahayati Sultra: 100 Ribu Relawan Siapkan Penyambutan

"Seharusnya UU Desa dijalankan sebagaimana mestinya dengan menguatkan partisipasi rakyat, memaksimalkan fungsi pendampingan, pemberdayaan masyarakat, serta reorientasi pengelolaan anggaran desa kepada kebutuhan yang paling objektif di tiap-tiap desa," pungkasnya.


 

Editor: Mirkas


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x