Apa Itu Leptospirosis, Penyakit Tanpa Gejala yang Membahayakan Nyawa Manusia

- 8 Maret 2023, 22:46 WIB
Ilustrasi-Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan bakteri Leptospira dan ditularkan melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi.
Ilustrasi-Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan bakteri Leptospira dan ditularkan melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi. /Pixabay.com/TeGy / 9 images /

KENDARI KITA-Anomali cuaca di wilayah tropis, sanitasi yang buruk, tak dipungkiri berpotensi menimbulkan penyakit berbahaya tanpa gejala yang berujung membahayakan nyawa manusia.

Salah satu jenis penyakit yang rentan menulari populasi penduduk wilayah tropis seperti Indonesia, salah satunya adalah Leptospirosis.

Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan bakteri Leptospira dan ditularkan melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi.

Baca Juga: Hari Perempuan Internasional, Sejarah Panjang Merangkul Kesetaraan

Zoonosis adalah penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia, dan sebaliknya.

Penyakit ini umum ditemukan di wilayah tropis dan sub tropis, terutama pada musim penghujan.

Leptospirosis terjadi karena adanya interaksi yang kompleks antara pembawa penyakit, tuan rumah / pejamu dan lingkungan.

Baca Juga: Edarkan 22,99 Gram Sabu, Ibu Rumah Tangga di Kendari Diamankan Polisi

Bakteri Leptospira dapat menginfeksi manusia melalui luka yang ada di kulit dan mukosa (lapisan kulit bagian dalam) tubuh.

Manusia dengan perilaku kesehatan yang buruk berpotensi terinfeksi bakteri ini.

Demikian juga dengan sanitasi yang buruk. Berkontribusi besar melahirkan kasus leptospirosis pada manusia.

Baca Juga: Harga Emas Antam Anjlok, Dipatok Rp 1.020.000 per Gram

Beberapa hewan yang bisa menjadi perantara penyebaran leptospirosis adalah tikus, sapi, anjing, dan babi.

Leptospirosis menyebar melalui air atau tanah yang telah terkontaminasi urine hewan pembawa bakteri Leptospira.

Seseorang dapat terserang Leptospirosis, jika terkena urine hewan tersebut, atau kontak dengan air atau tanah yang telah terkontaminasi.

Baca Juga: Soal Peluang Paslon Independen di Pilwalkot Kendari, Begini Tanggapan Pengamat Politik

Leptospirosis memiliki gejala yang mirip dengan penyakit flu. Namun, jika tidak diobati dengan tepat, leptospirosis dapat menyebabkan kerusakan organ dalam, bahkan mengancam nyawa.

Pencegahan leptospirosis dilakukan dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat serta menghindari hewan sumber infeksi yang merupakan jalur penularan pada manusia.

Penyebab Leptospirosis

Baca Juga: Ramalan Zodiak Scorpio Hari Ini, 8 Maret 2023

Leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira interrogans yang dibawa oleh hewan.

Leptospira dapat hidup selama beberapa tahun di ginjal hewan tersebut tanpa menimbulkan gejala.

Beberapa hewan yang dapat menjadi sarana penyebaran bakteri Leptospira adalah : anjing, babi, kuda, sapi, dan tikus.

Baca Juga: Cuaca Buruk Diperkirakan akan Melanda Beberapa Wilayah di Sulawesi Tenggara Hari ini Rabu 8 Maret 2023

Selama berada di dalam ginjal hewan, bakteri Leptospira sewaktu-waktu dapat keluar bersama urine sehingga mengontaminasi air dan tanah.

Di air dan tanah tersebut, bakteri Leptospira dapat bertahan dalam hitungan bulan atau tahun.

Penularan pada manusia dapat terjadi akibat:

Baca Juga: Jadwal Acara TV di RCTI : Rabu 8 Maret 2023, Saksikan Kesetiaan Janji Cinta, Ikatan Cinta dan Jangan Bercerai

1.      Kontak langsung antara kulit dengan urine hewan pembawa bakteri Leptospira.

2.      Kontak antara kulit dengan air dan tanah yang terkontaminasi urine hewan pembawa bakteri Leptospira.

3.      Mengonsumsi makanan yang terkontaminasi urine hewan pembawa bakteri penyebab leptospirosis.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Leo Hari Ini, Rabu 8 Maret 2023

Faktor Resiko Leptospirosis

Leptospirosis banyak ditemui di negara tropis dan subtropis, seperti Indonesia. Hal ini karena iklim yang panas dan lembab dapat membuat bakteri Leptospira bertahan hidup lebih lama. Selain itu, leptospirosis juga lebih sering terjadi pada individu yang :

1.      Menghabiskan sebagian besar waktunya di luar ruangan, seperti pekerja tambang, petani, dan nelayan.

Baca Juga: Pendapat Pakar Geologi Ihwal Bencana Longsor Serasan Natuna

2.      Sering berinteraksi dengan hewan, seperti peternak, dokter hewan, atau pemilik hewan peliharaan.

3.      Memiliki pekerjaan yang berkaitan dengan saluran pembuangan atau selokan.

4.      Tinggal di daerah rawan banjir.

5.      Sering melakukan olahraga atau rekreasi air di alam bebas.

Baca Juga: Penemuan Jasad Anak Tenggelam di Saluran Irigasi Gegerkan Warga Kecamatan Abuki Konawe

Gejala Leptospirosis

Gejala leptospirosis sangat bervariasi pada setiap pasien dan awalnya sering kali dianggap sebagai gejala penyakit lain, seperti flu atau demam berdarah.

Tanda dan gejala awal yang muncul pada penderita leptospirosis antara lain :

Baca Juga: Penemuan Jasad Anak Tenggelam di Saluran Irigasi Gegerkan Warga Kecamatan Abuki Konawe

1.      Demam tinggi dan menggigil.

2.      Sakit kepala

3.      Mual, muntah, dan tidak nafsu makan.

4.      Diare

5.      Mata merah

6.      Nyeri otot, terutama pada betis dan punggung bawah.

7.      Sakit perut

8.      Bintik-bintik merah pada kulit yang tidak hilang saat ditekan.

Baca Juga: Kemegahan Event Konasara Festival Masih Menyisahkan Utang Rp251 Juta?

Keluhan di atas biasanya pulih dalam waktu 1 minggu. Namun, pada sebagian kasus, penderita dapat mengalami penyakit Leptospirosis tahap kedua, yang disebut dengan penyakit Weil, dengan gejala dan tanda yang lebih parah dan membutuhkan perawatan di rumah sakit.

Pemeriksaan Leptospirosis

Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh dan beberapa tes penunjang untuk memastikan diagnosis dan mengetahui tingkat keparahan Leptospirosis. Tes penunjang tersebut antara lain :

Baca Juga: Hino Lohan Tabrak Hino Dutro dan Rumah Warga, Berakhir Nyemplung di Sungai Konaweeha

1.      Tes darah, untuk memeriksa fungsi hati, fungsi ginjal, dan kadar sel darah putih.

2.      Tes Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) atau rapid test, untuk mendeteksi antibodi di dalam tubuh.

3.      Polymerase Chain Reaction (PCR), untuk mendeteksi keberadaan materi genetik bakteri Leptospira di dalam tubuh.

4.      Tes Aglutinasi Mikroskopik (MAT), untuk mengonfirmasi keberadaan antibodi yang secara spesifik terkait dengan bakteri Leptospira.

Baca Juga: Timsel Bawaslu Sultra Umumkan 20 Peserta Lolos Tahap CAT dan Tes Psikologi

5.      Pemindaian dengan CT Scan atau USG, untuk melihat kondisi organ yang mungkin terkena dampak peradangan akibat infeksi leptospirosis.

6.      Kultur darah dan urine, untuk memastikan keberadaan bakteri Leptospira di dalam darah dan urine.

Pengobatan Leptospirosis

Pada kondisi yang ringan, infeksi leptospirosis bisa sembuh dengan sendirinya dalam tujuh hari. Pengobatan umumnya ditujukan untuk meredakan gejala dan mencegah komplikasi.

Baca Juga: Pemkot Mulai Salurkan Bansos APBD dan Kemensos Pasca Bencana Hidrometeorologi di Kendari

1.      Pemberian Obat-obatan

Jika gejala sudah timbul, dokter akan memberikan obat-obatan untuk meredakan gejala dan untuk mengatasi infeksi bakteri.

2.      Perawatan di Rumah Sakit

Perawatan di rumah sakit dilakukan bila infeksi telah berkembang makin parah dan menyerang organ (penyakit Weil). Pada kondisi ini, antibiotik akan diberikan melalui infus.***

Editor: Mirkas

Sumber: Kemkes.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x