"Kalau seperti kita yang mempu membeli buku itu ya gak apa-apa yang penting anak kita sekolah, tapi bagaimana kalau ada orang tua siswa yang tidak mampu, kan kasian juga mereka," ujar G, saat menyampaikan keluhannya kepada Rajab Jinik.
Selain diwajibkan membeli buku, lanjut G, para peserta didik juga diwajibkan untuk membayar Rp 20 ribu per siswa, dengan dalih ntuk menggantikan nilai keterampilan.
Baca Juga: Ledakan Populasi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2022 Bertambah 15 Ribu Jiwa
Pembayaran uang keterampilan itu dibebankan setiap momen kenaikan kelas, dengan alasan membeli kipas angin, dispenser, galon, reskuker atau mejikom untuk dipakai di sekolah.
"Soal keterampilan saya tidak keberatan kalau harus bayar, tapi ini juga harus jelas untuk apa. Jangan beralasan untuk membeli kipas angin, galon, dispenser. Itukan tidak masuk diakal menurut saya," ungkapnya.
Usai mendengarkan keluhan wali murid, tim kendarikita.com menemui Kepala SDN 69 Kendari, Starni.
Baca Juga: Update Info Gempa di Kendari: Bermagnitudo 3,4 SR, Epicentrum Timur Laut Sampara
Kepada tim kendarikita.com, Starni membantah tudingan Pungli yang dikeluhkan salah seorang wali murid.
Dengan tegas, Starni memastikan tidak jual beli buku di satuan pendidikan yang dipimpinnya itu. Sebab, dirinya memahami bahwa praktek tersebut tak dibenarkan.