Dituding Gelapkan PPN Senilai Rp4, 3 Miliar, Begini Penjelasan Direktur PT Bumi Sultra Jaya

20 Desember 2023, 23:12 WIB
Direktur PT BSJ, H. Wardan. /Direktur PT BSJ, H. Wardan. /Istimewa

KENDARI KITA - PT Bumi Sultra Jaya (BSJ) angkat bicara terkait penggelapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai Rp 4,3 Miliar yang mengakibatkan negara merugi.

Penggelapan PPN tersebut disampaikan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara (Kanwil DJP Sulselbartra), saat menggelar konferensi pers di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra).

Direktur PT BSJ, H. Wardan mengaku keberatan atas tudingan penggelapan PPN di tahun 2018 dan 2019, sebagaimana yang disampaikan Kanwil DJP Sulselbartra, pada 8 Agustus 2023 lalu.

Pasalnya, kata H. Wardan, sejak saat itu terbangun image negatif di masyarakat melalui berbagai pemberitaan di media bahwa PT BSJ melakukan penggelapan PPN.

"Perlu saya jelaskan, PT BSJ berdiri pada tahun 2012. Ditahun yang sama juga, PT BSJ memulai aktivitasnya dalam mengangkut ore nikel milik rekanan PT BSJ. Selama 2012 sampai 2017, PT  BSJ sangat patuh pada aturan dan regulasi yang ada khususnya terkait perpajakan," ungkap H. Wardan, Rabu 20 Desember 2023.

Ditambahkannya, selama kurun waktu lima tahun itu, PT BSJ terus memberikan kontribusi kepada negara dengan membayarkan PPN tanpa ada problem.

Namun, lanjutnya, pada November 2017, mitra BSJ yang menangani pengangkutan ore nikel dari stoc pile ke tongkang mengalami performance yang tidak baik, sehingga pada saat itu telah dilakukan penghentian pekerjaannya oleh pihak pemberi pekerjaan yaitu PD Perdana Cipta Mandiri.

"Proses pergantian kontraktor darat yang menangani pekerjaan pengangkutan ore nikel dari maining ke tongkang memakan waktu 3 sampai 4 bulan. Saat transisi itu, PT BSJ mengalami kerugian. Yang dimana di satu sisi PT BSJ tetap mengeluarkan biaya operasional, kondisi tersebut membuat PT BSJ tidak melakukan aktivitas apapun, sehingga cashflow PT BSJ mulai mengalami gangguan," jelasnya.

Selain itu juga, kejadian tersebut menyebabkan target kuota yang telah disepakati untuk tahun 2018 tidak dapat terpenuhi, sehingga menyebabkan PT BSJ mengalami kerugian. Di awal  2019, tepatnya diakhir Januari PT. BSJ kembali lagi mengalami kerugian, dimana saat itu pihak pemilik cargo ore nikel atau pemilik IUP telah dihentikan kegiatannya untuk sementara waktu, dikarenakan adanya ijin IPPKH yang sudah berakhir dan sedang dalam proses perpanjangan.

Selama proses perpanjangan IPPKH selama tiga bulan itu, PT BSJ lagi-lagi harus kembali mengeluarkan biaya operasioanal yang besar, seperti penyewaan perbulan 4 unit kapal tongkang, BBM jenis solar, gaji crew maupun gaji karyawan serta biaya operasional lainnya yang digunakan sampai menunggu ijin tersebut selesai diperpanjang.

Dari kejadian-kejadian yang telah menimpa PT. BSJ diakhir tahun 2017 dan berlanjut di tahun 2018, kemudian kembali lagi terjadi di tahun 2019 tersebut demi kelangsungan atas pendapatan dari kontrak pekerjaan PT BSJ di saat itu, sehingga pihak perusahaan memutuskan untuk sebagian dana dari pencairan invoice yang telah diterima, yang seharusnya disetorkan ke negara dialihkan sementara untuk biaya-biaya operasional di lapangan.

Di akhir  2019 tepatnya di tanggal 31 Desemeber, terjadi lagi permasalahan, dimana pemerintah telah menetapkan keputusan terkait larangan ekspor dan lagi-lagi pihak BSJ mengalami kerugian yang bertubi-tubi. Dengan permasalahan yang terjadi dari akhir 2017 hingga sampai 2019 tersebut, menyebabkan PT BSJ untuk sementara waktu belum dapat menyelesaikan pembayaran atas kurang bayar dari PPN yang telah tertunggak di tahun 2018 dan 2019.

"Dari kejadian dan peristiwa atas adanya regulasi dari pemerintah terkait larangan eksport, membuat kami (PT BSJ) pada saat itu mengalami gangguan cass flow, yang dimana pada saat itu salah satu dari rekan bisnis pemberi pekerjaan belum menyelesaikan sisa tagihan invoicenya senilai Rp 7.203.459.546," bener H. Wardan.

Hal ini menyebabkan pihak PT BSJ dalam upaya untuk penyelesaian kurang bayar PPN yang tertunggak menjadi tertunda. Selain itu, atas kejadian tersebut, keuangan PT BSJ semakin terpuruk dan ditambah lagi dengan adanya penyebaran Covid 19.

"Di tahun ini menjadi tahun terburuk, dimana keuangan menjadi semakin tidak stabil. Lagi-lagi PT BSJ tetap harus menjaga eksistensinya dan merealisasikan hak-hak karyawan yang mencapai kurang lebih 140-an pekerja. Itu membuat management PT BSJ tetap mengeluarkan dana operasional yang tidak sedikit jumlahnya," katanya.

Kendati dalam kondisi tidak stabil, PT BSJ tetap merealisasikan kewajibannya kepada negara dengan tetap melakukan pembayaran PPN, diantaranya  pembayaran PPN di tahun 2018 senilai Rp2. 396.711.112 dari total yang harus dibayarkan Rp 5.021.818.047, sehingga masih ada kekurangan yang belum dibayarkan senilai Rp 2.625.106.935.

Sisa nilai tersebut belum dikurangkan dengan pajak masukan yang diterima oleh PT. Bumi Sultra Jaya dari mitra sebesar Rp 89.297.960. Jika pajak masukan tersebut dikreditkan, maka sisa kewajiban PPN yang harus dibayarkan oleh pihak PT Bumi Sultra Jaya adalah senilai Rp 2.535.808.975.

Selanjutnya, pembayaran PPN di tahun 2019 sebesar Rp3.263.771.960 dari total PPN atas pajak keluaran Rp7. 105.570.770. Setoran Tunai Rp2.815.872.754 dan kredit pajak masukan sebesar Rp447. 899.206.

Proses di Kanwil DJP Sulselbartra

Saat proses bukti permulaan di kanwil Makassar, PT BSJ telah menyetorkan kewajiban pajak sebesar Rp1.671.880.235. Jadi total sisa yang belum disetorkan setelah dikurangi dari penyetoran pada saat terjadinya Bukper adalah senilai Rp2. 171.918.575. Nilai kewajiban tersebut belum dikurangkan dengan pajak masukan yang belum dikreditkan tahun 2019 sebesar Rp803.707.639.

Jadi total keseluruhan sisa yang belum disetorkan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara adalah Rp1. 368.210.936. Jadi total seharusnya disetorkan atas kekurangan bayar PPN tahun 2018 dan 2019 adalah senilai Rp3.904.019.911.

"Menurut hemat saya secara pribadi, atas perbuatan yang saya lakukan dengan belum menyetorkan kekurangan bayar dari pembayaran PPN tahun 2018 dan tahun 2019 ini, dimana untuk menetapkan saya sebagai tersangka oleh pihak Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara sangatlah terburu-buru. Sebagai warga negara yang taat pajak dengan kebijakan yang seharusnya dapat diberikan kepada saya oleh pihak DJP adalah pembinaan, apalagi pihak DJP mengetahui jelas bahwa PT BSJ masih ada piutang yang belum diselesaikan oleh mitranya, dimana nilai piutang tersebut lebih besar dari utang atas kekurangan bayar PPN yang belum disetorkan di tahun 2018 dan di tahun 2019," terangnya.

Sadar akan kewajiban terhadap negara dengan menyelesaikan PPN tertunggak, PT BSJ terus berupaya melakukan penagihan kepada rekanannya yaitu PT SKM, hingga upaya hukumpun ditempuh PT BSJ melalui Pengadilan Niaga Makassar pada Pengadilan Negeri Makasar pada tahun 2021. Hasilnya terjadi perdamaian, dimana dari akta perdamaian yang tercantum di dalamnya, isinya tidak sesuai dengan kenyataannya, sehingga menjadikan janji bayar Direktur Utama PT. BSJ kepada penyidik DJP Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara, terkait kekurangan bayar PT. BSJ atas penyetoran PPN yang belum disetorkan atau yang dibayarkan sebagai pajak masukan ke negera belum dapat di selesaikan sampai tahun 2023.

"Selama berkas permasalahan pajak PT BSJ diserahkan ke Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara, saya selaku Direktur PT BSJ sangatlah kooperatif dan tidak ada satupun panggilan untuk pengambilan keterangan saya tidak hadiri," tambahnya. 

Kemudian, dalam proses pemeriksaan tersebut, pihak yang mempunyai piutang ke PT BSJ dalam hal ini PT SKM juga telah dipanggil oleh pihak penyidik DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara di Makassar, untuk memberikan kesaksiannya tentang piutang yang belum diselesaikan dan masih ada sebagian PPN yang juga belum diserahkan kepada pihak PT BSJ, namun fakturnya sudah di laporkan.

Editor: Mirkas

Tags

Terkini

Terpopuler