Baca Juga: Ketum PHRI Bicara Soal Kemerosotan Sektor Pariwisata Wakatobi Kini
Ia pun lagi-lagi mengingatkan bahawa jamaah haji Indonesia sudah menyetorkan uang ke Bank selama belasan, bahkan hingga lebih dari dua puluh tahun untuk berangkat haji, namun ketika giliran mereka berangkat, mereka tetap harus membayar biaya yang sangat mahal hanya karena pemerintah yang dinilainya tak becus mengelola uang umat.
“Ini kan zalim namanya. Karena itu, seluruh jalur investasi dan penempatan dana haji ini, mestinya diaudit khusus terlebih dahulu, termasuk audit khusus kepada BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji)," ujar Fadli.
Baca Juga: Cara Mengatur Keuangan Ala Filosofi Tionghoa
Hal ini kata Fadli, untuk mengetahui posisi sustainabilitas pengelolaan dana haji Indonesia ke depannya.
Jangan sampai, tambahnya, para jemaah haji yang sebagian besar hanya petani dan orang-orang kecil, dengan dalih prinsip istitha’ah (kemampuan) berhaji, harus menanggung kesalahan tata kelola keuangan haji ini.
Baca Juga: Warga Keluhkan Maraknya Peredaran Gelap Narkotika di Kawasan Mega Industri Morosi
Keempat, biaya yang harus dibayar oleh jemaah haji Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan jamaah haji negeri jiran Malaysia.
Padahal, jumlah jemaah haji yang berasal dari Indonesiaterbesar di dunia. Jamaah reguler saja mencapai 203.320 orang.
Diketahui, jika dibandingkan dengan negeri jiran, pemerintah Malaysia menetapkan biaya haji dalam dua golongan, yaitu B40 (bottom 40), atau penduduk dengan pendapatan 40 persen terbawah; dan kategori Bukan B40 untuk selebihnya.
Baca Juga: KPK Apresiasi Industri Jasa Keuangan yang Implementasikan Pedal, Salah Satunya Bank Sultra
Secara keseluruhan, biaya total ongkos naik haji di Malaysia dan Indonesia relatif sama, berada di limit Rp100 juta.
Namun, biaya yang harus dibayarkan jamaah B40 di Malaysia hanya sebesar MYR10.980 (Rp38,59 juta).